MAU DUIT?!!!

Jumat, 23 Maret 2012

ibnu arabi


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Dalam tasawuf falsafi terdapat beberapa filosof sufi, yang diantaranya adalah Ibn ‘Arabi. Dan di sini pemakalah mencoba untuk sedikit mengulas tentang biografi dan ajaran-ajarannyanya.

B. Rumusan Masalah
            Agar permasalahan tidak melebar lebih panjang dan melebar, pemakalah memberi batasan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana biografi Ibn ‘Arabi?
  2. Apa saja ajaran Ibn ‘ARabi?

























BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat Ibn ‘Arabi
            Nama lengkap Ibn ‘Arabi adalah Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah Ath-Tha’i Al-Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H, dari keluarga berpangkat, hartawan, dan ilmuan. Namanya biasa disebut tanpa “Al” untuk membedakan dengan Abu Bakar Ibn Al’Arabi, seorang qadhi dari Sevilla yang wafat tahun 543 H. di Seville (Spanyol), ia mempelajari Al-Qur’an, hadistserta fiqh pada sejumlah murid seorang faqih Andalusia terkenal, yakni Ibn Hazm Al-Zhahiri.
            Ketika berusia 30 tahun, ia mulai berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan Islam bagian Barat. Diantara deretan guru-gurunya tercatat nama-nama, seperti Abu Madyan Al-Ghauts Al-Talimsari dan Yasmin Musyaniyah(seorang wali dari kalangan wanita). Keduanya banyak mempengaruhi ajaran-ajarn Ibn Arabi. Dikabarkan ia pun pernah berjumpa dengan Ibn Rusyd, filosof muslim dan tabib istana dinasti Barbar dari Alomohad, di Kordova. Ia pun dikabarkan mengunjungi Al-Mariyah yang menjadi pusat madrasahIbn Masarrah, seorang sufi falsafi yang cukupberpengaruh dan memperoleh banyak pengaruh di Andalusia.
            Diantara karya monumentalnya adalah Al-Fatuhat Al-Makiyyah yang ditulis pada tahun 1201 tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. karya lainnya adalah Tarjuman Al-Asuywaq yang ditulisnya untuk mengenang kecantikan, ketakwaan dan kepintaran seorang gadis cantik dari keluega seorang sufi dari Persia.
           
B. Ajaran-ajaran Tasawufnya
            Ajaran sentral Ibn ‘Arabi adalah tentang wahdad Al-Wujud (kesatuan wujud). Meskipun demikian, istilah wahdad Al wujud ynag dipakai untuk menyebut ajaran sentralnya itu, tidaklah berasal dari dia, tetapi berasal dari Ibn Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecan dan mengkritik ajara sentralnya tersebut. Setidak-tidaknya Ibn Taimiyahlah yang telah berjasa dalam mempopulerkan wahdad al-wujud  ke tengah masyarakat Islam, meskipun tujuannya negative. Meskipun semua orang sepakat menggunakan istilah wahdad Al-wujud untuk menyebut ajran sentral Ibn ‘Arabi, mereka berbeda pendapat dalam menformulasikan pengertian wahdad Al-wujud.
            Menurut Ibn Taimiyah, wahdad al-wujud adalah penyamaan tujuan dengan alam. Menurtunya, orang-orang yang mempunyai paham wahdad Al-wujud mengatakn bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib Al-wujud yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu, orang-orang yang mempunyai paham wahdad Al-wujud itu juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud Tuhan, tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.
            Dari pengertian tersebut, Ibn Taimiyah menilai bahwa ajaran  sentral Ibn ‘Arabi itu adalah dari aspek tasybih-nya(penyerupaan khaliq dengan makhluk) saja. Ia belum menilainya dari aspek tanzih-nya (penyucian khaliq). Padahal kedua aspek itu terdapat dalam ajaran Ibn ‘Arabi. Akan tetapi, perlu di sadari bahwa kata-kat Ibn ‘Arabi sendiri banyak yang memiliki pengertian seperti yang di fahami oleh Ibn Taimiyah meskipun ada pula kata-kata Ibn ‘Arabi yang membedakan anatar Khaliq dengan makhluk dan antara Tuhan dengan alam.
            Menurut Ibn ‘Arabi, wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik pula. Tidak ada perbedaan antaar keduanya (khaliq dan makhluk) dari segi hakikat. Adapun kalau ada yang mengira adanya perbedaan wujud  khalik dan makhluk, hal itu di lihat dari sudut pandang pancaindera lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap ahkikat apa yang ada pada Dza-Nya dari kesatuan dzatiah, yang segala sesuatu terhimpun pada-Nya.
            Menurut Ibn ‘ Arabi wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah SWT dan Allah SWT adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut khaliq dengn wujud yang baru yang disebut makhluk. Tidak ada perbedaan antara ‘Abid (menyembah) dengan ma’bud (yang di sembah). Antara yang menyembah dan yang di sembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada bentuk dan ragam dari hakikat yang satu.  
            Kalau antara khaliq dan makhluk bersatu dalam wujudnya, mengapa terlihat dua? Menurut Ibn ‘Arabi, manusia tidak memandangnya dari sisi yang satu, tetapi memandang keduanya bahwa keduanya adalah khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi yang lain. Jika mereka memandang keduanya dari sisi yang satu, atau keduanya adalah dua sisi untuk hakikat yang satu, mereka pasti mengetahui hakikat kaduanya, yakni dzatnya satu yang tidak terbilang dan berpisah.
            Apabila dilihat dari segi adanya kesamaan antara wujud Tuhan dan wujud alam serta antara wujud Tuhan bersatu dan wujud alam, kemudian membandingkannya dengan pengertian panteisme  diats, pemehaman Ibn Taimiyah tentang wahdad Al-wujud ada benarnya. Meskipun demikian, perlu pula di ingat bahwa apabila Ibn ‘Arabi menyebut wujud, maksudnya adalah wujud yang mutlak, yaitu wujud Tuhan. Satu-satunya wujud menurut Ibn ‘Arabi adalah wujud Tuhan, tidak ada wujud selain wujud-Nya. Ini berarti, apapun selain Tuhan, baik berupa alam maupun yang ada di dalam alam, tidaklah memiliki wujud. Kesimpulannya, kata “wujud” tidak diberikan kepada selain Tuhan. Pada kenyataannya, Ibn ‘Arabi juga menggunakan kata “wujud” untuk sesuatu selain Tuhan. Namun ia mengatakan bahwa wujud sedangkan wujud yang ada pada alam adalah wujud Tuhan yang dipinjamkan kepadanya. Untuk memperjelas perkataannya itu, Ibn ‘Arabi memberikan contoh bahwa cahaya adalah milik matahari, namun cahaya itu dipinjamkan kepada para penghuni bumi.
            Dalam bentuk lain dapat dijelaskan bahwa makhluk diciptakan oleh khalik (Tuhan) dan wujudnya bergantung pada wujud Tuhan sebagai sebab dari segala yang berwujud selain Tuhan. Yang berwujud selain Tuhan tidak akanmempunyai wujud, seandainya Tuhan tidak ada. Oleh karena itu, Tuhanlah sebenarnya yang mempunyai wujud yang hakiki, sedangkan yang diciptakan hanya mempunyai wujud yang bergantung pada wujud diluar dirinya, yaitu wujud Tuhan. Jadi, makhluk atau alam yang diciptakan tidak mempunyai wujud karena yang mempunyai wujud (yaitu wujud mutlak) hanyalah Tuhan. Dengan demikian, wujud itu hanya satu, yakni wujud Tuhan.
            Selanjutnya Ibn ‘Arabi menjelaskan hubungan antara Tuhan dengan alam. Menurutnya, alam ini adalah bayangan Tuhan atau bayangan wujud yang hakiki. Alam tidak mempunyai wujud sebenarnya. Oleh Karena itu, alam merupakan tempat  tajali dan mazhar (penampakan) Tuhan.
            Menurut Ibn ‘Arabi, ketika Allah SWT menciptakan ala mini, Ia juga memberikan sifat-sifat ketuhanan pada segala sesuatu. Alam ini sperti cermin yang buram dan juga seperti badan yang tidak bernyawa. Allah SWT menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu. Dengan kata lain ala mini merupakan  mazhar(penampakan) dari asma dan sifat Allah SWT yang terus menerus. Tanpa alam, sifat dan asma-Nya itu kehilangan makanya dan senantiasa dalam bentuk zat yang tinggal dala ke-mujarad-an (kesendirian)-Nya yang mutlak yang tidak di kenal oleh siapapun.
            Dari kutipan-kutipan diatas, jelas bahwa Ibn ‘Arabi masih membedakan antara Tuhan dan alam, dan wujud Tuhan tiak sama dengan alam, tetapi di sisi lain ia menyucikan  Tuhan dari adanya persamaan. Jika kita merujuk pada definisi panteisme yang telah dirumuskan oleh Norman L. Geisler bahwa tidak ada pencipta di luar alam, maka wahada al-wujud menurut konsep Ibn ‘Arabi tidk dpat di katakana sama dengan panteisme. Ibn ‘Arabi masih mengakui bahwa ala mini diciptakan Tuhan dan Tuhan itu di luar alam, sedangkan alam hanya merupakan mazhar-Nya, mazhar asma dn sifat-sifat-Nya.
            Menurut Ibn ‘Arabi, Tuhan adalah pencipta alam semesta. Adapun proses penciptaannya adalah sebagai berikut:
1.      tajalli Dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah
2.      tanazul Dzat Tuhan dari alam ma’ani ke alam ta’ayyunat (realitas-realitas rohaniah), yaitu alam arwah yang mujarrad.
3.      tanazul kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berfikir
4.      tanazul Tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan materi, yaitu alam mitsal (ide) atau khayal
5.      alam materi, yaitu alam inderawi.
Menurut tahapan-tahapan kejadian proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu Dzat yang mandiri dan  tidak berhajat pada apapun
  2. wujud hakikat muhammadiyah sebagai emanasi(pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan kemudian muncullah segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya sebagaimana dikemukakan diatas.
Dengan demikian, Ibn ‘Arabi menolak ajaran yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada (cretio ex nihilio). Ia mengatakan bahwa nur Muhamad itu Qadim dan merupakan sumber emanasi dengan berbagai kesempurnaan ilmiah dan amaliah yang terealisasikan pada diri para nabi semenjak Adam sampai Muhammad dan terealisasikan dari Muhammad pada diri para pengikutnya, kalangan para wali , dan insan kamil (manusia sempurna). Ibn ‘Arabi kadang-kadang menyebut hakikat Muhammadiyah tersebut dengan Quthb dan kadang-kadang pula dengan ruh Al-khatam.
 


DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin. 2004. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia







0 komentar:

Posting Komentar

ShareThis

banner a href="http://www.justbeenpaid.com/?r=XHhV4Ln94t"> banner