MAU DUIT?!!!

Jumat, 23 Maret 2012

RESUME SEJARAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

RESUME SEJARAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

Disusun
O
L
E
H
Nama                 : Asep Saepudin
Npm                   : 0821010008
Fak / Jur / Smt  : Syari’ah / AS
 







FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN BANDAR LAMPUNG
2009 / 2010
SEJARAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
  1. Masa (Periode ) Prapemerintahan Hindia Belanda

1. Tahkim dan muhakkam
Ketika pemeluk umat islam masih sedikit, wujud Peradilan Agama belum seperti sekarang ini, pada masa itu bila terjadi perselisihan atau sengketa, diantara anggota masyarakat, diselesaikan dengan cara tahkim kepada guru atau mubaligh yang dianggap mampu dan berilmu Agama, orang yang bertindak sebagai hakim disebut muhakkam.

  1. Masa (Periode) Ahlul Hilli Wal’aqdi
Ketika penganut Agama Islam telah bertambah banyak dan terorganisir dalam kelompok masyarakat yang teratur, jabatan hakim atau Qodhi dilakukan secara pemilihan dan baiat oleh ahlul hilli wal’aqdi, yaitu pengangkatan atas seseorang  yang dipercaya ahli oleh majelis atau kumpulan orang-orang terkemuka.

3.  Masa (Periode) Tauliyah
  1. di Aceh dengan nama Mahkamah Syari’ah Jeumpa
  2. di Sumatra Utara dengan nama Mahkamah Majelis Syara’
  3. di Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya yang merupakan bekas wilayah kerajaan Islam Ukai istilah “Hakim Syara” atau”Qadhi Syara
  4. di Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan, karena peran Syekh Arsyad Al-Banjari, kerapatan Qadhi dan Kerapatan Qadhi Besar,
  5. di Sumbawa Hakim Syara’ di Sumatra Barat nama mahkamah  tuan kadi atau Angku Kali;
  6. di Bima (NTB) dengan nama Badan Hokum Syara dan;
  7. di kerajaan Mataram Pengadilan Surambi , disebut demikian karena tempat mengadili dan memutus perkara adalah di Serambi Masjid.

  1. Masa (Periode ) Peralihan / Transisi
Berlakunya hukum perdata islam diakui oleh VOC dengan resolute der indische regeling tanggal 25mei 1760, yaitu berupa suatu kumpulan aturan hokum perkawinan dan hokum kewarisan menurut hokum islam , atau compendium freijer; untuk dipergunakan di pengadilan VOC .
Juga terdapat kumpulan-kumpulan hokum perkawinan dan hokum kewarisan menurut hokum islam yang dibuat yang dipakai di daerah-daerah lain , yaitu Cirebon, Semarang dan Makassar.

  1. Masa (Periode ) Pemerintahan Hindia Belanda Ke-I

Di dala m pasal 1 stbl.1882 no 152 di sebutkan bahwa di tempat-tempat dimana telah di bentuk (pengadilan) landraad maka disana di bentuk pengadilan agama. Didalam sbl.1882 no. 152 tersebut tidak disebut mengenai kewenangan pengadilan agama. Didalam pasal 7 hanya disinggung potongan kalimat yang berbunyi “keputusan raad agama yang melampaui batas wewenang” yang memberikan petunjuk ada peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai ordonasi yang menyangkut wewenang Pengadilan Agama. Ordonasi tersebut adalah stbl. 1820 no 22 jo kemudian stbl. 1835 no.58. dalam pasal 13 stbl. 1820 no.22 jo. Stbl 1835 no.58, disebutkan : “jika diantara orang Jawa dan orang Madura terdapat perselisihan (sengketa) mengenai perkawinan maupun pembagian harta pusaka dan sengketa-sengketa sejenis dengan ituharus diputus menurut Hukum Syara’(Agama) Islam, maka yang menjatuhkan keputusan dalam hal itu hendaknya betul-betul ahli Agama Islam”

  1. Masa (Periode ) Pemerintahan Hindia Belanda Ke-II
Pada tahun 1925 regering reglement di ubah namanya menjadi : IS (wet de op staats inrichting van nederlands indie) dengan stbld. 1925 No. 415 jo. 447 pasal 78 RR lama dijadikan/diberi pasal baru, yaitu 134 IS (indiche staats regeling)
Pada tahun 1929 baru diadakan perubahan mengenai isi stbld . 1925 tersebut dan dalam kaitannya dengan lembaga Peradilan Agama . Pada tahun 1929 baru di adakan perubahan mengenai isi dari IS, yaitu dengan Stbld . 1929 No. 221 Pemerintah Hindia Belanda mengubah pasal 134 ayat (2) IS , sehingga di nyatkan bahwa ,
      Dalam hal terjadi perkara perdata antara sessama orang islam akan di selesaikan oleh hakim agama islam islam apabila hokum adat mereka menghendakinya dan sejauh tidak ditentukan lain dengan suatu ordonasi.
Pernyataan pasal itu dapat diartikan bahwa hokum islam tidak berlaku lagi di Indonesia kecuali untuk hal-hal yng menghendaki oleh hokum adat . Pasal 134 ayat (2) IS 1925 itulah yang menjadi formal dan pangkal tolak dari teori “receptie
 Sejak saat itu, bermulalah suatu masa dimana seakan-akan masyarakat Indonesia telah merasakan suatu hal yang benar dan biasa saja hukum islam itu bukan hokum di Indonesia dan telah tertanam didalam pikiran orang khususnya kalangan sarjan hukkum bahwa yang berlaku adalah hokum adat , dan hanyalah, kalau hokum islam itu menjadi hokum adat barulah menjadi hokum.
Sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut, pemerintah penjajah mengeluarkan stbld. 1937 No. 116 yang mengurangi wewenang Pengdilan Agama memeriksa perkara waris sehingga wewenangnya hanya mengenai Nikah, Talak, dan Rujuk saja. Dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa, bila sebuah keputusan hakim agama tidak di terima untuk dijalankan (enggan dilaksanakan), maka dimintakan executor verklaring  ke Pengadilan Negeri (Peradilan Umum).
Dengan stbl. 1937 no. 638 dan 639 di atur pembentukan pengadilan agama (disebut Kerapatan Kadi) dan Pengadilan Tinggi Agama (disebut Kerapatan Kadi Besar) di Kalimantan seLatan dan Timur,  dengan mengecualikan daerah pulau laut dan dan hulu sungai. Sedang mengenai wilayah kekuasaan mengadili, dan ketentuan lain tidak berbeda dengan ketentuan untuk lingkungan Peradilan Agama untuk Jawa dan Madura.
Kemudian dengan stbld. 1937 No. 610 di bentuk lembaga Peradilan Banding (Appel) yaitu Mahkamah Islam Tinggi dalam Peradilan Agama di Jawa dan Madura. Dalam pasal 7 disebutkan susunan pengadilan yang terdiri dari seorang ketua, dua orang anggota , dan seorang panitera. 
  1. Masa (Periode ) Penjajahan Jepang
Lembaga Pengadilan Agama yang sudah ada sejak penjajahan Belanda, tetap berdiri dan di biarkan bentuknya semula. Perubahan yang yang dilakukan terhadap lembaga ini hanyalah dengan memberikan atau mengubah nama saja yaitu sooryoo hooin untuk pengadilan agama dan kaikyoo kootoo hooin untuk Mahkamah Islam Tinggi (Pengadilan Tinggi Agama).
            Dalam sidang dewan pertimbangan (sanyo kaigi) di persoalkan apakah urusan agama islam dilaksanakan oleh pemerintah, dan apakah pengadilan agama berdiri terpisah dengan pengadilan negeri atau menjadi bagian dari pengadilan negeri, dengan mengangkat penasihat urusan agama . H. Zaini A. Noeh dan H. A Basiit Adnan dalam buku sejarah singkat pengadilan agama islam di Indonesia menuliskan.  Bahwa jepang berpendirian untuk mengadakan keseragaman (unifikasi) dalam peradilan, yaitu satu peradilan untuk semua golongan penduduk kecuali untuk bangsa jepang.meninjau secara ringkas tentang keadaan peradilan diseluruh Indonesia zaman jepang adalah sukar sekali , oleh karena daerah-daerah Indonesia pada zaman pendudukan jepang dibagi-bagi dalam kekuasaan yang berbeda, yakni Sumatra adalah termasuk daerah angkatan darat yang berpusat di shonanto (Singapura), Jawa Madura dan Kalimantan adalah daerah angkatan darat yang berpusat di Jakarta . sedang Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara adalah daerah angkatan laut yang berpusat di Makasar.

  1. Masa Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia

Dalam UU No. 14 tahun 1970 tentang pokok kekuasaan kehakiman ditegaskan :
  1. Prinsip Peradilan dilakukan”demi keadilan beradasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 ayat 1) Proses Peradilan Sederhana , cepat dan biaya ringan ( Pasal 4 ayat 2)
  2. Kekuasan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan :
·        Peradilan Umum
·        Peradilan Agama
·        Peradilan Militer
·        Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 10 Ayat 1)
  1. Kasasi berada di tangan Mahkamah Agung untuk semua lingkungan Peradilan  Negara , (pasal 10ayat 2,3, dan 4)
  2. Badan-badan Peradilan (di luar lingkungan departemen kehakiman secara organisatoris , administrative dan financial tetap berada di bawah kekuasaan masing-masing departemen (Pasal 11 Ayat 1) ; dan
  3. Susunan kekuasaan dan acara dari badan-badan peradilan tersebut diatur dalam Undang-Undang tersendiri (Pasal 12).

Dalam pasal 63 ayat 1 di tegaskan bahwa, Yang dimaksud dengan pengadilan dalam Undang-Undang ini adalah
a.       Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam
b.      Pengadilan Umum bagi lainnya.
Setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1974 dan setelah berlakunya  UU no. 7 tahun 1989 terdapat 16 hal yang merupakan wewenang Pengadilan Agama. selanjutnya dikeluarkan Pengaturan Menteri Agama ( PMA) No. 3 tahun 1975 tentang kewajiban pegawai pencatat nikah.
            Pada tahun 1985 di keluarkan UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung . dalam Pasal 1 ditetapkan bahwa , Mahkamah Agung adalah Lembaga Tinggi Negara Sebagaimana dimaksud dalam ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Republic Indonesia NO. III MPR / 1978. Dalam pasal 2 ditetapkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Agama Tertinggi dari semua lingkungan pengadilan , yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.
Tahun 1989 -1999
            Setalah berlakunya UU No. 7 tahun 1989,di keluarkan tiga peraturan yaitu :
a.       Surat edaran Mahkamah Agung No. 1tahun 1990, tanggal 12 maret 1990 tentang petunjuk pembuatan penetapan sesuai pasal 84 ayat 4 UU No. 7 tahun 1989;
b.      Surat edaaran menteri agama No. 2 tahun 1990 tentang petunjuk pelaksanaan UU No. 7 tahun 1990; dan
c.       Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991tentang penyebar luasan Kompilasi Hokum Islam.
Empat lingkungan kekuasaan kehakiman yaitu:
1.      Peradilan Umum
2.      Peradilan Agama
3.      Peradilan Militer
4.      Peradilan Tata Usaha Negara
Berdasarkan pasal 11 UU No.14 tahun 1970 empat lingkungan kekuasaan kehakiman tersebut diatas secara administrative, organisatoris, dan financial berada di bawah lingkungan departemen masing-masing. Dengan demikian departemen kehakiman membawahi peradilan umum dan peradilan tata usaha Negara , departemen agama membawahi peradilan agama dan departemen pertahanan dan keamanan (dahulu) membawahi peradilan militer.

SEJARAH SINGKAT PERADILAN AGAMA
Jauh sebelum pemerintah colonial belanda menginjak kaki di Indonesia , yang dewasa ini penduduknya mayoritas islam, ini telah terbentuk masyarakat islam ysng kuat. Di beberapa daerah di Indonesia islam sebagai Agama resmi dan Hokum Negaranya, seperti sultan-sultan di aceh, pagaruyung dan bonjol (minang kabau), Demak, Pajang, Mataram, Banjar, Pasai, bahkan juga di Malaka dan Brunai Semenanjung Malaya.
Prof.Mr.Lodewijk Willem Christian Van Den Berg ini pulalah yang menappealkan kepada pemerintah belanda agar kepada orang-orang Indonesia yang beragama islam yang beragama islam tetap diperlakukan hokum islam walaupun dengan beberapa penyimpangan seperti tercantum semula dalam pasal (75 RR Pasal 78) dan pasal 109 RR stbld statbladaad 1854 No. 129 di Negeri Belanda dan S. 1855 No.2 di Hindia Belanda.
Pemerintah colonial belanda untuk pertama kali dibentuk peradilan agama yang berbeda-beda dalam wilayah hindia belanda (indonesia) seperti:
  1. di jawa dan madura terdapat peradilan agama tetapi hakim tersendiri tidak ada, Peradilan Agama di lakukan oleh pemimpin-pemimpin masjid yang dinamakan penghulu.
  2. di Aceh , Jambi Sambas Pontianak, di daerah-daerah pantai Kalimantan Tenggara , Sulawesi, Ternate, Ambon terdapat Hakim Agama tersendiri , di samping pegawai-pegawai mesjid, hakim agama yang disebut Kali, Qadhi atau Hakim.
  3. di Minang kabau atau Sumatra barat sekarang tidak terdapat hakim Agama tersendiri akan tetapi urusan agama diadili oleh rapat agama nagari yang anggota-anggotanya terdiri dari kepala-kepala Nagari.
  4. di Tanah Gayo, Alas dan Batak di Sumatra, disebagian besar Sumatra selatan , Bangka, beliton, dan minahasahanya dikenal segolongan pegawai agama yang diserahi memelihara mesjid-mesjidpegawai melaksanakan perkawinan dan perkerjaan lain-lain menurut syari’at islam, tetrapi disamping itu tidak melakukan kekuasaan kehakiman. Oleh karena tidak adanya hakim agama maka sengketa tentang perkawinan dan perceraian diantara hakim pribumi.

D. PENGERTIAN PERADILAN AGAMA
Pengadilan Agama adalah tempat dimana lakukan usaha mencari keadilan dan kebenaran yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa yakni melalui suatu majelis hakim atau Mahkamah . Peradian agama di sebut juga Mahkamah Syari’ah yang berarti Pengadilan atau mahkamah yang tugasnya menyelesaikan perselisihan hokum agama atau hokum syaraq. Peradilan agama  hanya khusus berlaku bagi orang yang beragama islam saja.
Memisahkan atau mendamaikan antara dua pihak atau lebih yang berselisih dengan menggunakan hokum Allah. Terdapat pada Al-qur’an surat al-ma’idah ayat 49 (Q. V : 49) ”hendaklah kamu menghukum di antara mereka menurut peraturan yang diturunkan Allah” .?
Dan apabila kamu menghukum di antara manusia hendaklah kamu hokum dengan seadil-adilnya (Q. IV : 58).
Bahwa pengadilan agama hanya menyelesaikan sebagian kecil hokum Perdata Islam. Hukum Perdata dalam hal ini terbatas hanya mengenai hokum Perkawinan , Harta Benda, Warisan dan hokum hokum Perikatan seperti Wakaf, Hibah, Baitul mal dan sebagainya. Justru karena itu peradilan agama atau mahkamah syari’ah tidak berkuasa memutuskan perselisihan perbedaan paham tentang masalah agama pada umumnya.
Pengertian PA menurut dalam perundang-undangan  di Indonesia sebagaimana tersebut dalam 134 ayat 21.S (indsiche staatsregeling) atau stbld. 1929 no. 221 (wet op de staats inrichting van nederlands indie) yang di keluarkan dan ditetapkan pada tahun 1929 dan mulai berlaku tanggal 1 januari 1929 dimana dinyatakan : Bahwa perkara perdata antara orang-orang islam jikalau hokum adat mereka menghendaki, diadili oleh hakim agama sekedar tidak ditentukan lain dengan ordonansi.
Peradilan agama merupakan terjemahan dari goddienstige rechts praak yang berarti peradilan agama.
 Yang di maksud PA adalah daya upaya untuk mencari keadilan  atau penyelesaian perselisihan hokum yang dilkukan menurut peraturan-peraturan dalam agama. 

0 komentar:

Posting Komentar

ShareThis

banner a href="http://www.justbeenpaid.com/?r=XHhV4Ln94t"> banner