MAU DUIT?!!!

Jumat, 23 Maret 2012

kdrt


BAB II
PEMBAHASAN

Sekilas Tentang Undang-Undang  Penghapusan Kekerasan  Dalam Rumah Tangga
Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan. Berikut adalah poin-poin penting yang diatur dalam Undang Undang ini.
1.Apa sih Kekerasan dalam Rumah Tangga itu?
           Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
2.Siapa saja yang termasuk lingkup rumah tangga?
           Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
3. Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga?
           Bentuk-bentuk KDRT adalah (Pasal 5):
a. Kekerasan fisik;
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6).
DELIK ANCAMAN SANKSI
Kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau
denda paling banyak Rp 15 juta
Kekerasan fisik yang mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun; atau
           
denda paling banyak Rp 30 juta
Kekerasan fisik yang mengakibatkan matinya korban
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun; atau                                
denda paling banyak Rp 45 juta
Kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari
penjara paling lama 4 (empat) bulan; atau
denda paling banyak Rp 5 juta.
b. Kekerasan psikis;
           Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7).
DELIK ANCAMAN SANKSI
Kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga
   penjara paling lama 3 (lima) tahun; atau
   denda paling banyak Rp9 juta
Kekerasan psikis yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari
            penjara paling lama 4 (empat) bulan; atau
           
denda paling banyak Rp 3 juta
c. Kekerasan seksual;
           Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
            Kekerasan seksual meliputi (pasal 8):
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
DELIK ANCAMAN SANKSI
Kekerasan seksual
            penjara paling lama 12 tahun; atau
           
denda paling banyak Rp 36 juta
Memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual
            penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun; atau
           
denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 300 juta
Mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 minggu terus menerus atau1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi
            penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun; atau
           
denda paling sedikit 25 juta dan paling banyak 500 juta
d. Penelantaran rumah tangga
            Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban ber DELIK ANCAMAN SANKSI
Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga; atau Menelantarkan orang lain yang berada di bawah kendali
            penjara paling lama 3 (lima) tahun; atau
           
denda paling banyak Rp 15 juta
Pidana Tambahan Selain ancaman pidana penjara dan/atau denda tersebut di atas, hakim dapat men-jatuhkan pidana tambahan berupa:
            • PEMBATASAN GERAK pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
            • PENETAPAN pelaku mengikuti program KONSELING di bawah pengawasan lembaga tertentu .
ada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9).

8. Apakah UU PKDRT ini mengatur mengenai hak-hak korban?
           Tentu. Berdasarkan UU ini, korban berhak mendapatkan (pasal 10):
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. Pelayanan bimbingan rohani
            Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari (pasal 39):
a. Tenaga kesehatan;
b. Pekerja sosial;
c. Relawan pendamping; dan/atau
d. Pembimbing rohani.

9. Apakah UUP  KDRT ini mengatur mengenai kewajiban pemerintah?
            Ya. Melalui Undang-Undang ini pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk itu pemerintah harus (pasal 12):
a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga;
b. Menyelenggarakan komunikasi informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam    rumah tangga;
c. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan
d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.
              Selain itu, untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan upaya:
a. Penyediaan ruang pelayanan khusus (RPK) di kantor kepolisian;
b. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani;
c. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program pelayanan yang mudah diakses korban;
d. Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban.[1]
10.Bagaimana dengan kewajiban masyarakat?
           Undang-Undang ini juga menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk(pasal 15):
a.Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b.Memberikan perlindungan kepada korban;
c.Memberikan pertolongan darurat;dan
d.Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
           Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi dalam relasi antar suami istri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian (pasal 26 ayat 1). Namun korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian (pasal 26 ayat 2).
           Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali,pengasuh atau anak yang bersangkutan (pasal 27).
11.Bagaimana dengan ketentuan pidana yang akan dikenakan pada pelaku?
           Ketentuan pidana penjara atau denda diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 – pasal 53. Lama waktu penjara dan juga besarnya denda berbeda-beda sesuai dengan tindak kekerasan yang dilakukan. Dalam proses pengesahan UU ini, bab mengenai ketentuan pidana sempat dipermasalahkan karena tidak menentukan batas hukuman minimal, melainkan hanya mengatur batas hukuman maksimal. Sehingga dikhawatirkan seorang pelaku dapat hanya dikenai hukuman percobaan saja.
            Meskipun demikian, ada dua pasal yang mengatur mengenai hukuman minimal dan maksimal yakni pasal 47 dan pasal 48. Kedua pasal tersebut mengatur mengenai kekerasan seksual.
           Pasal 47: “Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000 atau denda paling banyak Rp 300.000.000”
           Pasal 48: “Dalam hal perbuatan kekerasan seksual yang mengakibatkan korban mendapatkan luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 minggu terus menerus atau 1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000 dan denda paling banyak Rp500.000.000”.
12. Bagaimana mengenai pembuktian kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
           Dalam UU ini dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila di sertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (pasal 55).
           Alat bukti yang sah lainnya itu adalah:
a.Keterangan saksi;
b.Keterangan ahli;
c.Surat;
d.Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
[2]

Asas Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Ps 3)
~ penghormatan hak asasi manusia;
~ keadilan dan kesetaraan gender, yakni suatu keadaan di mana perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewu-judkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi keutuhan dan kelangsu-ngan rumah tangga secara proporsional.
~nondiskriminasi; dan
~perlindungan korban.[3]
Tujuan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Ps 4)
~mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
~melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
~menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan
~memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. .[4]

Pelaporan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Ps 26)
            Korban berhak melaporkan secara:
~~langsung; atau
~~memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain;
~~kekerasan dalam rumah tangga yang dialami-nya kepada kepolisian, baik:
~~di tempat korban berada; maupun
~~di tempat kejadian perkara.
            Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan (Ps 27).[5]










BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Jadi Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga

















DAFTAR PUSTAKA
http://www.lbh-apik.or.id/kdrt-pentingnya.htm
http://www.lbh-apik.or.id/fact-58.htm



0 komentar:

Posting Komentar

ShareThis

banner a href="http://www.justbeenpaid.com/?r=XHhV4Ln94t"> banner