MAU DUIT?!!!

Jumat, 23 Maret 2012

Proposal

PERAN ORANG TUA DALAM MENCEGAH KENAKALAN REMAJA MENURUT KONSEPi PENDIDIKAN ISLAM
                                                                                 

Proposal

Diajukan Untuk Diseminarkan Sebagai Syarat Dalam Penyusunan Skripsi
Pada Fakultas Tarbiyah


Oleh

Edi Saputra
NPM 0611010057



Jurusan : Pendidikan Agama Islam


Pembimbing I             : Dra. Chairul Amriyah, M.Pd
Pembimbing II             : Drs. Wahidin Hisyam, M.Pd
IAIN









FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1430 H / 2010 M


  1. LATAR  BELAKANG MASALAH
            Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, ia merupakan unit pertama dalam masyarakat. Didalam keluarga individu dapat berkembang menjadi baik atau jahat. Bila didalam keluarga anak dibesarkan dan dididik dengan ajaran-ajaran agama, maka kemungkinan anak akan menjadi baik. Sebaliknya bila didalam keluarga anak dibesarkan dengan tanpa didikan yang benar berdasarkan tuntunan agama, maka akan binasalah ia. Kesemuanya itu tergantung bagaimana kedua orang tuaya dalam membesarkan dan mendidik anak. Konsep tersebut termaktub dalam Hadits Rasullullah SAW yang berbunyi:

كلّ مو لود يولد علي فطرة فابواه يوحدانه وينصَرانه ويمجسانه
Artinya : Tiap-tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah Islami) ayah dan ibunyalah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Mjusi (penyembah api dan berhala)[1]

            Sebagai lembaga terkecil dalam masyarakat, maka dalam arti yang sempit, keluraga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga semacam ini disebut “kelurga inti”. Sedangkan dalam arti yang luas, didalam keluarga tidak hanya ada ayah, ibu, dan anak saja, melainkan juga paman dan bibi, kakek dan nenek,, serta saudara lainnya. Keluarga semacam ini dikenal sebagai keluarga “keluarga batih”.
            Keluarga pangkal pangkal dari ketentraman dan kedamaian hidup, karena didalam keluarga inilah mula-mula memberikan peluang kepada manusia lainnya untuk dapat hidup celaka atau bahagia dunia-akherat. Hal demikian sesuai dengan perintah allah swt kepada Nabi Muhammah SAW untuk mengembang dan mengajarkan agama islam itu pada keluarganya, baru kemudian pada masyarakat luas. Sebagaimana firman Allah dalam surat asy-syu’ara ayat 214 :



Artinya: “dan berikanlah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.[2]
            Konsep tersebut mengandung arti bahwa : keselamatan keluarga  lebih dulu diperhatikan, dibandingkan dengan keselamatan masyarakat pada umumnya. Karena keselamatan masyarakat pada hakekatnya bertumpu pada keselamatan keluarga.
            Islam memerintahkan agar kepala keluarga dapat menjaga dan memelihara keluarganya dari siksaan api neraka,
Sebagaimana firman Allah  SWT dalam Surat At-Tahriem Ayat 6:
يايها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا
Artinya : “hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. [3]

            Ayat tersebut apabila diambil mafhum tarbawinya mengandung arti bahwa : orang tua sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari siksa api neraka, untuk itu, maka salah satu jalan yang harus ditempuh adalah melalui proses pendidikan. Baik pendidikan agama maupun pendidikan secara umum. Sehingga diharapkan kelak anak akan menjadi manusia yang shaleh.
            Dalam masalah mendidik anak, kedua oarang tua hendaknya selalu mengawasi anak-nakanya sejak mereka lahir. Sebab, anaka adalah amanat bagi kedua oarang tua jadi, jangan didik oleh sembarang orang, kecuali oleh wanita yang shalehah. Sebab, air susu yang dihasilakan dari harta yang haram itu tidak ada berkahnya. Hendaknya pula setiap orang bertindak dengan hati-hati dan perlahan-lahan serta diiringi rasa kasih sayang terhadap anak. Karena sesungguhnya bersikap keras dan kasar terhadap anak kadang-kadang akan mendatangklan kebencian anak kepada orang tua[4]
            Keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat, juga tempat pembinaan pertama untuk mencetak personil-personil didalamnya. Oleh karena setiap keluarga menjadi bagian dari masyarakat yang akan berkomunikasi dengan para tetangganya, dan akan menjadi bagian dari suatu bangsa.
Maka dari itu, baik buruknya hubungan bertetangga, hubungan bermasyarakat, dan bahkan turut menentukan baik buruknya bangsa.
            Dengan kata lain, keluarga memiliki peranan penting dalam mendidik dan membina anak bangsa, sebab dari keluarga yang sehat dan rukun akan lahir anak-anak yang sehat dan rukun pula, baik jasmani maupun rohaninya. Dari  annggota keluarga yang sehat dan rukun itu, akan tercipta suatu bangsa yang rukun pula. Untuk itu, hendaknya didalam keluarga inilah mulai ditanamkan nilai-nilai agama dan di mulainya pendidikan Islam.
            Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam, sehingga setelah selesai dari pendidikan mereka dapat memahami apa-apa yang terkandung dalam ajaran agama Islam, menghayati makna dan tujuanya serta pada akhirnya dapat mengamalkannya dan menjadikannya sebagai pedoman hidup.
      Pendidikan Islam bukan hanya sekedar memberi atau menyampaikan berbagai macam ilmu pengetahuan kepada anak saja, melainkan juga memberikan bimbingan akhlak kepada mereka, supaya kelak mereka menjadi insan yang kamil.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Drs. Amiruddin, bahwa: maksud dari pendidikan Islam bukanlah memenuhi otak anak-anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya adalah  mendidik anak dengan akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan) membiasakan mereka denagan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehiupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur......[5]

            Apabila kita mmelihat lebih jauh tentang kehidupan masyarakat secara luas maupun sempit, pasti jelas tampak bermacam-macam golongan dan lapisan masyarakat, yang kesemuanya mempunyai kepentingan yang berbeda. Diantara mereka itu terkadang kala saling bertentangan, apalagi seorang anak yang sedang mengalami masa ”remaja” yang merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa.
            Remaja bukan lagi anak-anak kecil, baik bentuk badan, sikap, dan cara berfikir serta bertindak. Tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Menurut Prof. Zakiyah Daradjat, ”Masa seperti ini biasanya dialami oleh anak kira-kira pada umur 13 tahun dan berakhir kira-kira umur 21 tahun”[6] dimana mereka berada pada masa ”strom & stress”, ”strom & drag”[7] frustasi dan penderitaan, krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan tersisihkan dari kehidupan sosial budaya orang dewasa.[8]

Sedangkan menurut Drs. Zulkifli” Remaja adalah mereka yang berusia 12-21 tahun ”[9] selanjutnya Andi Mappiare berpendapat bahwa rentang usia remaja berada dalam usia 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 tahun bagi pria.[10]
Dr. Kartini Kartono juga berpendapat masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yaitu antara 13-19 tahun.[11]
….. masa remaja ini dibagi dibagi atas dua bagian, yaitu: Pertama, masa remaja awal yang berlangsung hingga umur 17 tahun, dan Kedua, masa remaja akhir yang berlangsung hingga mencapai usia kematangan resmi secara hukum yaitu umur 21 tahun.[12]
Jadi, berdasarkan beberapa pendapat diatas maka penulis dapat memahami bahwa: remaja adalah mereka yang berusia, 13-24 tahun yakni yang sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa.
            Masa 9 ( sembilan ) tahun yang dilalui oleh remaja, tidak ubahnya sebagai jembatan penghubung antara masa tenang yang  selalu tergantung terhadap pertolongan dan juga perlindungan orang tua, dengan masa berdiri sendiri, bertanggung jawab dan berfikir matang. Dalam menjalani masa-masa ini, tidak sedikit anak-anak yang mengalami kesukaran atau problem, yang kadang-kadang menyebabkan kesehatanya terganggu, jiwanya gelisah dan cemas, fikiranya terhalang menjalankan fungsinya dan kadang-kadang kelakuan mereka bermacam-macam.
Problem pertama yang dialami remaja adalah ”.....perubahan jasmani yang terjadi mulai dari kira-kira umur ”13-16 tahun”.[13] Dimana mereka akan merasa gelisah terhadap pertumbuhan-pertumbuhan yang tidak stabil dan tidak harmonis pada fisiknya, yang menyebabkan kelainan-kelainan pada fisik seperti terlihat dalam hidung, kaki, tangan, dan wajah mereka.
Problem baru yang dialami remaja, dapat timbul dari hubunganya dengan orang tua. Jika orang tua kurang mengerti akan ciri-ciri dan sifat pertumbuhanya. Diantara yang dapat menimbulkan problem atau ketegangan bagi remaja adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan orang tua yang menyebabkan remaja merasa kurang dihargai. Sehingga menimbulkan sikap acuh tak acuh pada diri remaja terhadap peraturan atau ketentuan-ketentuan tersebut.
Apalagi sikap orang tua yang suka mencela, menyesali dan memukul anak-anaknya, karena perbuatan-perbuatan atau tindakan remaja yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Hal yang sangat menyedihkan dan mungkin akan membawa akibat gangguan jiwa bagi remaja adalah keinginan-keinginan orang tua yang cenderung dipaksakan dengan pukulan-pukulan yang sifatnya kekerasan.
Akibat sikap keras tersebut, remaja merasa telah dihina, tidak dihargai, dan bahkan tidak disayangi, sehingga pada akhirnya merasa tertekan. Apabila kebutuhan jiwa seperti kasih sayang, rasa aman, rasa bebas, dan rasa ingin dihargai itu tidak terpenuhi, maka remaja akan mengalami kegoncangan perasaan, yang dapat menyebabkan gelisah, cemas, dan takut. Berlanjut dari kegoncangan tersebut, akan tampak perubahan yang terjadi pada remaja, yakni terlihat pada sikap dan tingkah laku mereka.
            Dalam menjalani hidup yang penuh dengan perasaan tak menentu itu, tidak jarang mereka mengalami kesulitan dalam mmengatasinya. Sehingga banyak mereka yang mengalihkan perasaan-perasaan tersebut dengan berbagai kelakuan-kelakuan yang menyimpang.
            Sebagai manifestasi dari gangguan jiwa akibat tekanan-tekanan tersebut, remaja akan terlihat nakal dan mencari jalan agar bebas\dari problem. Sebagaimana dikatakanoleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat, bahwa: ”kenakalan anak-anak adalah ungkapan dari ketegangan perasaan (tension), kegelisahan, dan kecemasan atau tekanan batin (frustation)”.[14]
            Konsep nakal dalam hal ini berarti suatu perbuatan kurang baik yang dilakukan remaja dan menyimpang dari norma-norma serta mengakibatkan kerugian bagi orang lain, bukan merupakan perbuatan yang pasti atau mesti hadir pada setiap remaja. Sikap ini adalah sebagai tindakan yang sifatnya kondisional. Dalm arti bahwa kenakalan-kenakalan itu terjadi bila ada suatu kondisi yang mendorongnya. Dengan kata lain, kenakalan itu terjadi karena adanya berbagai sebab, baik intern maupun ekstern.
            Sebab intern adalah yang timbul remaja itu sendiri, yang bisa menjadi akibat dari pertumbuhan dan perkembangan seksual yang dialaminya. Dimana denagan pertumbuhan dfan perk,embangan itu, mereka mengalami kegoncangan jiwa, sehingga terkadang prilaku mereka bermacam-macam.
            Sedangkan sebab ekstern, adalah sebab yang berasal dari luar, yakni lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, maupun lingkungan sosial.
            Keadaan keluarga sangat mempengaruhi pertumabuhan dan perkembangan remaja. Oleh karena sejak kecil anak dibesarkan dalam keluarga, maka sebagian besar waktunya adalah didalam keluarga. Dengan demikian, berati seluk beluk kehidupan keluarga memiliki pengaruh yang paling mendasar terhadap perkembangan anak.
Kondisi keluarga yang tidak normal, seperti: terjadinya broken home, dapat menimbulkan kenakalan remaja. Broken home mengakibatkan ketidak harmonisan dalam rumah tangga atau sering dikenal dengan istilah” disfungsi keluarga”. Yaitu ketidakfungsian keluarga[15].
Sehingga keadaan tersebut telah memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan bagi perkembangan remaja. Dengan kata lain, kenakalan tersebut timbul kerena terjadi disfungsi keluarga
Disamping itu, manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai sifat sosial, tidak terlepas dari hubunganya. Oleh karena itu, baik buruknya tingkah laku seseorang adalah juga dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Iklim demam material dan nafsu ingin berkuasa pada zaman modern ini, banyak para remaja yang ikut-ikutan terkena keserakahan material itu. Mereka lalu bernafsu untuk memamerkan diri, juga gengsi dan prestise, misalnya: memiliki pakaian yang bagus, mobil yang mahal, fiknik, foya-foya, minum-minuman, main cewek dan lain-lain. Semua itu didukung oleh keinginan memanjakan diri tanpa kendali.
Untuk memenuhi ambisi dan kebutuhan baru itu, mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal kenakalan, bahkan sampai ketingkat kejahatan sekalipun, seperti : perkosaan, pembunuhan, pencurian, pemerasan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, masalah lingkungan sosial ini salah besar pengaruhnya terhadap pembentukan jiwa anak. Lingkungan sosial ini dapat berupa: pengaruh dari kawan sepermainan, pengaruh lingkungan sekolah, pengaruh sosial ekonomi, dan juga pengaruh media masa.
Begitulah betapa banyak faktor yang dapat mendorong remaja untuk sampai pada kenakalan, sehingga tidaklah heran bila akhir-akhir ini banyak terjadi perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja, yang menimbulkan keresahan, kegelisahan, kecurigaan, dan ketidak percayaan antara satu dengan lainnya dalam kehhidupan bermasyarakat, seperti pencurian, penipuan, perkelahian, atau tawuran, dan penyalah gunaan NAZA.
Prof. Dr. Soedjono Dirdjosisworo mengemukakan tentang salah satu bentuk kenakalan tersebut, dimana dalam keterangan ”Perkelahian pelajar di Jakarta pada tahun 1995, terdapat 1.245 pelajar ditangkap dan 13 pelajar tewas.”[16] selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh prof. Dr. Dadang hawari (1990) menyatakan bahwa :”pada umumnya kasus ( penyalah gunaan naza ) mulai memakai naza pada usia remaja ( 13-17 tahun ) sebanyak 97% dan usia termuda 9 tahun.[17]

Bertitik tolak dari kasus tersebut, maka perlu dilakukan berbagai upaya penanggulangan. Diantaranya adalah mengadakan pembinaan-pembinaan dalam keluarga ( tindak preventif ) yang membutuhkan peran orang tua secara sungguh-sungguh. Sebab didalam keluarga inilah individu dapat berkembang dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nialai emosi dan sikap hidup.
Karena aktivitas keduanya akan menentukan aktivitas sianak. Jika orang tua telah membinasakan hidup dengan berkepribadia, sikap dan cara hidup yang baik, maka anak mempunyai kecendrungan untuk berbuat baik. Sebaliknya, bila orang tua kurang bahkan tidak memperhatikan kehidupan agama anak., maka akan binasalah ia.anak-anak akan cenderung untuk melakukan perilaku-perilaku menyimpang.
Berkaitan dengan peranan tersebut, Moch. Lukman Fatahullah Rais, SH mengatakan:
Peranan orang tua dalam mencegah terjadinya perkelahian pelajar sangatlah penting sekali. Oleh karena itu pembinaan dalam keluarga bagi anak-anak perlu ditingkatkan dengan jalan : menumbuhkan dan membina kehidupan beragama pada anak.[18]
Menurut Prof. Dr. H. Dadang Hawari : ”peranan dan tanggung jawab orang tua amat penting dan menentukan bagi keberhasilan pensegahan penyalahgunaan naza, yaitu: orang tua( ayah dan ibu ), ciptakan suasana rumah tangga yang harmonis ( sakinah), tersedia waktu dan komunikasi dengan anak, hindari pola hidup konsumtif, beri suri tauladan yang sesuai dengan tuntunan agama.[19]

Selanjutnya Prof. Dr. Soedjono Dirdjosisworo menegaskan bahwa : ”Kenakalan remaja tidak hanya bisa diselesaikan melalui pendekatan keamanan. Dalam hal ini pihak sekolah dan guru tidak bisa disudutkan begitu saja. Juga pihak orang tua dan masyarakat. [20]

Banyak pihak yang terlibat dalam hal penyelesaian kenakalan remaja, baik mulai dari masalah pencegahan maupun penanganan secara lebih lanjut bagi remaja yang sudah nakal. Upaya mencegah dalam hal ini dimaksutkan adalah agar anak remaja yang belum nakal itu, tidak ikut-ikutan menjadi nakal.
Peranan orang tua dalam mencegah kenakalan remaja, dapat dilakukan dalam lingkugan keluarga dan dalam kehidupan sehari-hari. Arang tua dituntut mampu menciptakan suasana rumah tangga yang sehat dan rukun, dalam arti dapat melaksanakan kehidupan beragama dalam keluarga, tersedia waktu untuk bersama-sama, hubungan harmonis antara sesama anggota keluarga, dan sebagainya.
Disamping itu, pihak sekolah pun dapat mewujudkan suasana yang menyenangkan dan menarik perhatian para siswa ( remaja ), diantaranya : ruang belajar yang nyaman  , kurikulum yang sesuai, guru yang propesional, metode dan sistem belajar yang baik, dan sebagainya.
  1. RUMUSAN MASALAH
Berbicara masalah sebab ekstra dari kenakalan remaja, Prof. Dr. Zakiyah Daradjat mengemukakan bahwa:
”Sesungguhnya banyak sekali faktor-faktor yang mendorong anak-anak sampai kepada kenakalan. Faktor-faktor pendidikan, lingkungan keluarga, ekonomi, masyarakat, sosial politik dan sebagainya... disamping itu juga banyaknya contoh-contoh orang dewasa, film-film, cerita-cerita pendek, komik-komik yang bersifat cabul, tidak mengindahkan nilai dan mutu, tapi hanya memandang segi komersilnya saja”.[21]

Menurut Alisuf Sabri beliau mengemukakan 3 teori yang mempengaruhi pembawaan dan lingkungan dalam perkembangan manusia yaitu: Nativisme, Empirisme, dan teori Konvergensi.[22]

 Teori Nativisme (pembawaan)[23], Empirisme (anggapan bahwa pengetahuan didapat melalui pengalaman)[24], dan Konvergensi (perpaduan)[25] secara ekstrim kepada faktor pembawaan. Teori Empirisme dengan ekstrim menekankan pada faktor lingkungan, sedangkan teori Konvergensi memadukan secara seimbang kedua faktor pembawaan dan lingkungan sama pengaruhnya terhadap perkembangan manusia
Berdasarkan pendapat tersebut, tampak bahwa kenakalan itu timbul dari banyaknya faktor pendorong, baik faktor pendidikan, keluarga, ekonomi, masyarakat dan sosial politik. Disamping itu, juga banyaknya kelakuan yang kurang baik dari orang dewasa, yang menjadi contoh dan teladan bagi remaja. Contoh dan teladan itu dapat dengan mudah mereka terima tidak hanya dari orang tua saja, tetapi juga dari anggota keluarga lainya, dan dari orang dewasa sebagai anggota masyarakat dimana, dimana mereka hidup serta dari berbagai media masa, baik media cetak atau media elektronik.
Sementara itu, dr. Kartini kartono mengatakan bahwa ”kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memakan peranan paling besar dalam membentuk kepribadian remadelinkuen”.[26]
Menyimak kedua pendapat tersebut diatas, penulis dapat mengambil pemahaman bahwa : banyak faktor yang mendorong anak remaja sampai pada kenakalan. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi kedalam dua bagian besar, yakni: faktor intra dan faktor ekstra. Akan tetapi, dalam penelitian ini penulis memberikan batasan tentang faktor ekstra saja, yakni meliputi: faktor lingkungan keluarga dan faktor lingkungan sosial. Namun dari kedua faktor ekstra tersebut, faktor keluarga memainkan peranan dan punya pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan yang lainnya. Sebab bagaimanapun juga, pengalaman atau pendidikan dari keluarga tetap akan berpengaruh dan mendasar pada diri remaja.
Bertitik tumpu pada hal tersebut, maka timbulah satu permasalahan, yakni: sejauh mana peran orang tua dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja menurut pendidikan Islam.
  1. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun tujuan diadakanya penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana peran orang tua dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja menurut pendidikan Islam, dan hasilnya nanti dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi kita dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada anak khususnya pada remaja.
  1. METODE PENELITIAN
Sebelum penulis menentukan metode apa yang akan digunakan, terlebih dahulu penulis kemukakan bahwa : jenis penelitian ini adalah penelitan kepustakaan (Library Research) yang sifatnya mendeskripsikan (menggambarkan)[27]
Selanjutnya dalam penelitian ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1.         Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan, penulis menggunakan metode dokumentasi.
.......dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Peneliti menyelidiki benda-benda tertulis, seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, dan catatan harian.[28]
Menurut Suharsimi Arikunto metode dokumentasi adalah ” mencari data mengenai hal-hal atauy variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.[29]
Melalui metode ini, penulis akan mengutip dan mengkaji dari buku-buku atau catatan-catatan, dan gambar-gambar, dan majalah-majalah yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas. Adapun yang menjadi data primer dalam hal ini adalah buku-buku yang membahas dan membicarakn tentang keluarga dan remaja. Sedangkan yang menjadi data sekundernya adalah surat-surat kabar, majalah, transkip, dan sebagainya.



2.         Metode Analisi Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan deduktif yaitu:
 ....”berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak dari pengetahuan ini kita menilai sesuatu kejadian yang bersifat khusus.....”[30]















DAFTAR PUSTAKA

Yayasan Penyelenggara  Penterjemah Mushaf Al-Quran Al-qur’an dan Terjemahnya, CV Penerbit Di Ponegoro, Bandung, 2007

Muahammad At-Tihami, Terjemahan Quratul ‘Uyun Bisyarhil Nadzmi Ibni Yaamuun ( Membina Mahligai Cinta Yang Islami, Bintang Terang Jakarta

Amiruddin,” Akhlak Sebagai Esensi Pendidikan Islam FAKTA Jurnal Pendidikan Islam, Edisi. 14, Beringin Mulya, Juli-September 1999

Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Cet XVII, Haji Masagung, Jakarta, 1993

Abu Al-Ghifari, Bengkel Cinta, Mujahid Fress, Bandung, April 2006

Dr. H. Syamsu Yusuf LN.,M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Rosdakarya, Bandung, Cet.X, feb 2009

Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Cet. V, Remaja Rosdakarya, Bandung 1995

Drs Andi Mappiare, Psikologi Remaja, Usaha Nasiona,l Surabaya

Dr. Kartini Kartono, Psikologi Anak ( Psikologi Perkembangan ), Mandar Maju, Bandung 1995

Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry “Kamus Ilmiah Popuelr”, Arkola, Jakarta

Soedjono Dirdjosisworo, Anatomi Kejahatan Diindonesia, Cet. 1, Granesia, Bandung, 1996

Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. Dana Bakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1999

Lukman Fatullah, Tindak Pidana Perkelahian Pelajar, cet. 1, Pustaka Sinar Harapan , Jakarta, 1997

Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, Cet. 2, Rajawali Press, Jakarta, 1992

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1996
Drs. H. M. Aliyusuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional IAIN Fakultas Tarbiyah, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, Cet III 2007

                Tim Sosiologi, Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat, Yudhistira, Jakarta, Oktober 2004,




[1] Yayasan Penyelenggara  Penterjemah Mushaf Al-Quran Al-qur’an dan Terjemahnya, CV Penerbit Di Ponegoro, Bandung, 2007

[2] Ibid, hlm 742
[3] Ibid, hlm 1148
[4]  Muahammad At-Tihami, Terjemahan Quratul ‘Uyun Bisyarhil Nadzmi Ibni Yaamuun ( Membina Mahligai Cinta Yang Islami, Bintang Terang Jakarta, hlm 160

[5] Amiruddin,” Akhlak Sebagai Esensi Pendidikan Islam FAKTA Jurnal Pendidikan Islam, Edisi. 14, Beringin Mulya, Juli-September 1999,  hal.33-34
[6] Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Cet XVII, Haji Masagung, Jakarta, 1993
[7] Abu Al-Ghifari, Bengkel Cinta, Mujahid Fress, Bandung, April 2006, hal 22
[8] Dr. H. Syamsu Yusuf LN.,M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Rosdakarya, Bandung, Cet.X, feb 2009 hal 184
[9] Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Cet. V, Remaja Rosdakarya, Bandung 1995, hal. 64
[10] Drs Andi Mappiare, Psikologi Remaja, Usaha Nasiona,l Surabaya. hal 27
[11] Dr. Kartini Kartono, Psikologi Anak ( Psikologi Perkembangan ), Mandar Maju, Bandung 1995, Hal 148
[12] Drs. H. M. Aliyusuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional IAIN Fakultas Tarbiyah, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, Cet III 2007 hal 25
[13]Zakiah Daradjat, Op. Cit, hal. 103
[14] Ibid, hal. 113
[15] Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry “Kamus Ilmiyah Popular”, Arkola, Jakarta, hal. 114
[16] Soedjono Dirdjosisworo, Anatomi Kejahatan Diindonesia, Cet. 1, Granesia, Bandung, 1996, hlm. 89
[17] Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. Dana Bakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1999 hlm 148
[18] Lukman Fatullah, tindak Pidana Perkelahian Pelajar, cet. 1, Pustaka Sinar Harapan , Jakarta, 1997, hlm 79
[19] Dadang Hawari. Op, Cit, hlm                     
[20] Soedjono Dirdjosisworo, Op. Cit, hlm 92
[21] Zakiah Daradjat. Op. Cit, hal 113
[22] Drs. H. M. Aliyusuf Sabri, Op. Cit hal 35-41
[23] Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Op.Cit, hal 514
[24] Ibid hal 149
[25] Ibid hal 371
[26] Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, Cet. 2, Rajawali Press, Jakarta, 1992, hal. 59.
[27] Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Op.Cit, hal 105
[28] Tim Sosiologi, Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat, Yudhistira, Jakarta, Oktober 2004, Hal 70
[29] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm. 234.
[30] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jil. I Andi, Yogyakarta, 1997, hal 42

0 komentar:

Posting Komentar

ShareThis

banner a href="http://www.justbeenpaid.com/?r=XHhV4Ln94t"> banner